Jakarta, penaxpose.com | Rabu, 30 Oktober 2024
Pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Suswono, yang mengaitkan analogi Nabi Muhammad dan Siti Khadijah dengan konsep “janda kaya membantu pemuda,” memicu kemarahan umat Islam di Indonesia.
Meskipun Suswono telah menyampaikan permintaan maaf atas ucapannya, banyak pihak yang menilai bahwa permintaan maaf tersebut tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan ini. Hal ini dianggap sebagai bentuk pengakuan bahwa Suswono memahami adanya kesalahan fatal dalam pernyataannya, yang secara hukum dan agama tidak bisa dianggap remeh.
Menurut Pasal 156(a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia, tindakan yang dianggap sebagai penistaan agama adalah pelanggaran hukum.
Penggunaan narasi atau analogi yang merujuk pada tokoh-tokoh suci dalam agama, apalagi dalam konteks yang dianggap merendahkan atau melecehkan, dapat memenuhi unsur pelanggaran pasal ini.
Penistaan Agama Melanggar Hukum
Pasal 156(a) KUHP dengan tegas menyatakan bahwa setiap tindakan yang menistakan atau melecehkan agama adalah tindakan melawan hukum. Dalam kasus ini, pernyataan Suswono dianggap telah menyinggung perasaan umat Islam dengan menggunakan analogi yang tidak pantas terhadap Nabi Muhammad SAW, sosok yang sangat dihormati dalam Islam.
Akidah dan tokoh agama, terutama Nabi Muhammad SAW, bukanlah subjek yang bisa dipakai sembarangan, apalagi dalam konteks yang dianggap sebagai upaya menarik simpati politik atau humor.
Sejumlah organisasi masyarakat dan tokoh agama menegaskan bahwa simbol-simbol keagamaan, khususnya dalam Islam, harus dijaga dengan kehormatan. Dalam hadits Nabi diriwayatkan bahwa barang siapa menghina para nabi, maka hukumannya diserahkan kepada kehendak Allah. Selain itu, dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 12 disebutkan tentang pentingnya menjaga lisan dan menghindari tindakan yang dapat merusak hubungan baik antar umat.
Permintaan Maaf Bukan Penghapus Tindakan
Permintaan maaf yang disampaikan oleh Suswono, meskipun diakui sebagai bentuk pengakuan atas kesalahannya, tidak cukup untuk menghapus dampak yang sudah ditimbulkan. Menurut banyak pihak, permintaan maaf itu seharusnya tidak menjadi alasan untuk menghindari langkah hukum yang tegas. Apalagi, pernyataannya telah menyentuh ranah akidah yang dianggap sangat sensitif bagi umat Islam.
David Darmawan, Ketua Umum Betawi Bangkit dan Rais Laskar Suku Betawi, menegaskan bahwa penegakan hukum harus tetap berjalan dalam kasus ini. “Permintaan maaf memang baik, tapi dalam kasus yang menyangkut penistaan agama, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Akidah bukanlah bahan permainan, dan ini adalah pelanggaran serius yang harus diproses secara hukum,” ujarnya.
Narasi Politik dan Kepercayaan Agama Tidak Boleh Dicampuradukkan
Dalam konteks Pilkada atau kepentingan politik lainnya, tidak sepatutnya tokoh agama atau simbol akidah digunakan untuk menarik suara. Penggunaan narasi yang berkaitan dengan kepercayaan agama dalam kampanye politik dapat menimbulkan dampak negatif yang luas. Tokoh politik diharapkan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan, terutama yang menyangkut hal-hal yang sangat sensitif.
David juga menambahkan, “Pemimpin harus berhati-hati dengan ucapannya. Ketika agama dipermainkan dalam narasi politik, itu tidak hanya menyakiti umat, tetapi juga merusak integritas kepemimpinan. Seorang pemimpin harus menjaga ucapan dan tindakannya agar tidak menyinggung kepercayaan masyarakat.”
Penegakan Hukum sebagai Efek Jera
Dalam sistem hukum Indonesia, tidak ada yang berada di atas hukum, termasuk para tokoh publik. Jika seseorang terbukti melanggar batas etika publik dan menyentuh ranah akidah umat, maka proses hukum harus berjalan dengan tegas. Pasal 156(a) KUHP memungkinkan hukuman pidana bagi siapa saja yang terbukti melakukan tindakan penistaan agama.
“Penjara adalah pilihan yang tepat bagi mereka yang berani menistakan agama. Kita hidup di negara hukum, dan setiap tindakan yang merugikan umat harus mendapatkan konsekuensi yang setimpal. Tidak ada alasan untuk membiarkan tindakan ini berlalu begitu saja,” tegas David Darmawan.
Refleksi bagi Para Pemimpin
Pernyataan ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi para pemimpin, terutama yang berlatar belakang Muslim, untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam menyampaikan pendapat. Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang ia pimpin. Seorang pemimpin harus mampu menjaga integritasnya dengan menghormati nilai-nilai keimanan yang dianut oleh umat.
Kesimpulan: Tegakkan Hukum, Hormati Akidah
Umat Islam berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk tindakan yang merendahkan simbol agama. Penistaan agama, dalam bentuk apapun, tidak boleh dibiarkan terjadi, apalagi di arena politik. Penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Sebagaimana yang disampaikan David Darmawan, bagi mereka yang berani mempermainkan nilai agama, penjara adalah konsekuensi yang tepat.
David DarmawanKetua Umum Betawi Bangkit & Rais Laskar Suku Betawi
Jakarta, 30 Oktober 2024
27 Rabiul Akhir 1446 H
0 Comments
Posting Komentar