penaXpose.com | Kamis, 16 Januari 2025
Penulis: Berlian Gultom (211011500167)Mahasiswa Universitas Pamulang (UNPAM)
Politik Indonesia memiliki dinamika yang khas, ditandai oleh sistem multipartai yang kompleks dan pelaksanaan pemilu secara langsung. Pemilu, baik untuk memilih presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah, selalu menjadi ajang kompetisi ketat antar calon dan partai politik. Dalam persaingan ini, berbagai taktik digunakan oleh kandidat atau tim kampanye untuk meraih kemenangan. Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah praktik "serangan fajar" atau politik uang, yang merujuk pada pembelian suara atau pemberian imbalan berupa uang atau barang kepada pemilih untuk memilih calon tertentu.
Menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serangan fajar sering melibatkan distribusi uang dalam jumlah kecil kepada pemilih untuk memengaruhi keputusan mereka. Praktik ini berlangsung secara sembunyi-sembunyi, sehingga sulit untuk dibuktikan. Biasanya, serangan fajar terjadi menjelang hari pemungutan suara, terutama di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi, di mana pemilih lebih rentan terhadap tawaran material.
Faktor Penyebab Serangan Fajar
1. Kepentingan Politik dan Elektabilitas
Banyak kandidat merasa tertekan untuk meraih suara sebanyak mungkin. Dalam sistem pemilu yang sangat kompetitif, politik uang dianggap sebagai cara cepat dan efektif untuk meningkatkan elektabilitas, terutama di daerah dengan tingkat partisipasi pemilih rendah. Menurut laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2020, rendahnya kesadaran politik di kalangan pemilih sering menjadi penyebab utama praktik politik uang. Pemilih cenderung memilih berdasarkan imbalan materi, bukan visi dan misi calon.
2. Kesenjangan Ekonomi
Ketidakstabilan ekonomi membuat masyarakat dengan kondisi ekonomi lemah lebih rentan terhadap tawaran uang atau barang sebagai imbalan memilih calon tertentu. Transparency International Indonesia (TII) dalam laporan tahun 2018 menyebutkan bahwa praktik politik uang sering terjadi di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi, di mana kebutuhan ekonomi mendesak membuat pemilih mudah tergoda.
3. Budaya Politik Patronase
Di banyak wilayah Indonesia, budaya politik patronase masih kuat. Pemilih sering mengharapkan balas jasa dari calon yang mereka pilih. Southeast Asia Research (2021) mencatat bahwa budaya patronase ini menciptakan ekosistem politik di mana pemberian uang atau barang dianggap sebagai hal yang wajar dalam proses pemilu.
4. Minimnya Penegakan Hukum
Meskipun aturan melarang politik uang, lemahnya penegakan hukum membuat praktik ini sulit diberantas. Bawaslu dalam laporan tahun 2022 mengungkapkan bahwa kasus politik uang sering kali sulit dibuktikan, sehingga pelaku merasa aman untuk melanjutkan praktik tersebut.
5. Keterbatasan Akses Informasi Politik
Kurangnya pendidikan politik dan minimnya informasi tentang program atau visi misi calon membuat pemilih lebih mudah dipengaruhi oleh iming-iming materi. Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2019 menunjukkan bahwa pemilih yang kurang informasi cenderung menerima uang karena merasa tidak memiliki cukup dasar untuk membuat keputusan rasional.
Dampak Serangan Fajar
Serangan fajar memiliki dampak signifikan terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. Praktik ini merusak prinsip pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Ketika pemilih memilih berdasarkan imbalan materi, hasil pemilu tidak mencerminkan kehendak rakyat secara nyata. Hal ini berpotensi melahirkan pemimpin yang tidak kompeten atau hanya mengandalkan kekayaan untuk meraih dukungan politik.
Selain itu, serangan fajar mendorong terbentuknya politik transaksional, di mana suara pemilih menjadi komoditas. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang penentuan nasib bangsa berdasarkan kebijakan dan visi calon berubah menjadi transaksi material yang merusak integritas demokrasi.
Menurut KPU, praktik ini tidak hanya merusak kualitas pemilu, tetapi juga mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem politik. Pemilih yang merasa suara mereka bisa dibeli cenderung menganggap bahwa memilih bukanlah tindakan penting.
Kesimpulan
Serangan fajar tetap menjadi tantangan besar dalam politik Indonesia. Meskipun sudah ada regulasi yang melarang praktik ini, lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran politik membuat serangan fajar terus berlangsung. Dibutuhkan upaya serius untuk mengedukasi pemilih, meningkatkan transparansi kampanye, dan memperkuat pengawasan terhadap politik uang. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan integritas pemilu dan kualitas demokrasi di Indonesia dapat terjaga.
0 Comments
Posting Komentar